mari kita bicara tentang sepi yang tertunda.
entah berapa lama kita lari dan sembunyi. menyangkal dengan keras, bahwa kau dan aku tak pernah merasa sepi. jujurlah pada hatimu, dan aku akan jujur pada hatiku. kita berjalan terlampau lama dengan matahari terik di atas ubun-ubun. kita terlalu lelah ternyata. sedang sungai itu tak juga kita temukan. perjalanan ini semua dilarung dalam sepi. mungkin itu yang membuat tenaga kita cepat terkuras, habis. tak lagi bersisa selain sepi.
berapa kilometer telah kau dan aku lewati? tak ada yang tahu. hanya sepi demi sepi yang terus berganti, terlewat dari satu sisi ke sisi yang lain. dari satu tikungan ke tikungan yang lain. masih juga sepi yang kau dan aku temui di setiap perempatan jalannya.
senja datang, sepi masih juga ada. menjadi dinding pemisah yang tebal dan tinggi antara kau dan aku. hingga akhirnya langit berganti gelap. malam mengelam. sedang bulan tak kunjung datang. bintang sesekali tersenyum, walau kecut.
sepi.
masih juga sepi yang membuatmu merasa, bahwa aku tak benar-benar ada. bahwa aku hanyalah sesuatu yang datang dari dunia yang tak patut disentuh. bahwa aku adalah wujud yang tak benar-benar mewujud. bahwa aku menjadi penghalang bagimu, tenggelam dalam sepi yang sebenar-benar sepi.
lantas sepi apa yang kau dan aku cari?
bukan. bukan sepi yang ini. ini sepi terlalu riuh. aku hanya ingin sepi yang paling sepi. yang mampu membuatku merasa, dunia telah usai. dan semua orang akan tersadar, seperti bangun dari mimpi buruk yang panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar